
kothukothu.com – Media sosial kembali dihebohkan dengan aksi pasangan suami istri (pasutri) yang menjadi viral karena mengenakan baju Lebaran berbeda selama 30 hari penuh, dengan total pengeluaran fantastis mencapai Rp 5,6 miliar. Aksi ini menuai beragam reaksi, dari kekaguman hingga kritik tajam. Fenomena ini memunculkan berbagai pertanyaan tentang gaya hidup, budaya pamer, hingga pengaruh media sosial terhadap perilaku konsumtif.
Gaya Hidup Mewah dan Strategi Branding?
Pasangan ini dikenal sebagai pengusaha sukses di bidang fashion dan digital marketing. Lewat akun media sosial mereka, keduanya rutin membagikan momen kebersamaan dengan balutan busana mewah dari berbagai desainer ternama, baik lokal maupun internasional. Selama bulan Ramadan hingga Idul Fitri, mereka tampil dengan gaya berbeda setiap hari, lengkap dengan properti pemotretan dan latar belakang yang unik.
Dalam salah satu unggahan viral, mereka mengungkapkan bahwa total biaya yang dihabiskan untuk 30 outfit Lebaran tersebut mencapai Rp 5,6 miliar, mencakup busana, aksesori, makeup artist, hingga dokumentasi profesional. Tak heran, aksi ini langsung menyedot perhatian netizen dan menjadi perbincangan hangat di berbagai platform.
Banyak yang menilai apa yang dilakukan pasutri ini bukan sekadar pamer, melainkan strategi personal branding. Dengan membangun citra sebagai sosok fashionable dan sukses, mereka berhasil meningkatkan engagement dan menarik lebih banyak audiens ke bisnis mereka.
Reaksi Netizen: Antara Kekaguman dan Kritik
Respons netizen pun terbagi. Sebagian memuji kreativitas dan komitmen mereka dalam menjaga konsistensi konten selama 30 hari. “Salut banget, totalitas banget sih mereka! Kontennya niat, estetik, dan keren,” tulis seorang pengguna Instagram.
Namun, tak sedikit pula yang mengkritik gaya hidup yang dianggap berlebihan, terutama di tengah kondisi ekonomi yang masih belum stabil pasca pandemi. Banyak yang mempertanyakan relevansi aksi ini di tengah banyaknya masyarakat yang masih kesulitan memenuhi kebutuhan dasar selama Lebaran.
“Rp 5,6 miliar buat baju lebaran doang? Banyak orang makan aja susah. Ini udah bukan lifestyle lagi, tapi pamer berlebihan,” tulis netizen lainnya di Twitter.
Fenomena Flexing di Era Digital
Fenomena ini seakan menjadi bagian dari tren yang belakangan dikenal dengan istilah flexing, yaitu memamerkan kekayaan atau gaya hidup mewah di media sosial. Flexing bukan hal baru, namun semakin marak sejak platform seperti Instagram, TikTok, hingga YouTube menjadi media utama dalam membangun persona dan menarik perhatian publik.
Menurut pengamat media sosial, flexing bisa menjadi pisau bermata dua. Di satu sisi, bisa menjadi alat promosi dan meningkatkan nilai jual personal atau bisnis. Namun di sisi lain, jika tidak disertai dengan tanggung jawab sosial, aksi semacam ini bisa memicu kecemburuan sosial dan memperkuat kesenjangan di tengah masyarakat.
Pelajaran yang Bisa Diambil
Meski mengundang kontroversi, kisah pasutri viral ini memberikan sejumlah pelajaran penting. Pertama, pentingnya strategi dalam membangun personal branding, terutama bagi pelaku usaha atau influencer yang bergantung pada citra publik. Kedua, perlu ada keseimbangan antara ekspresi diri dan empati sosial, terutama saat membagikan konten yang berpotensi memicu perdebatan.
Dalam konteks SEO, fenomena ini juga menjadi contoh bagaimana isu viral bisa dimanfaatkan untuk mendongkrak trafik dan awareness. Banyak media online dan blog memanfaatkan momen ini untuk mengangkat topik serupa, seperti tren fashion Lebaran, tips mengelola keuangan saat Hari Raya, hingga bahaya budaya konsumtif di era digital.
Kesimpulan
Kisah pasutri yang mengenakan baju Lebaran berbeda selama 30 hari dengan biaya fantastis Rp 5,6 miliar memang mengundang decak kagum sekaligus kontroversi. Terlepas dari pro dan kontra, fenomena ini mencerminkan bagaimana media sosial telah mengubah cara orang mengekspresikan diri dan membangun citra. Yang terpenting, setiap individu memiliki kebebasan dalam memilih gaya hidup, selama tetap bijak, bertanggung jawab, dan menghargai kondisi sosial di sekitarnya.